Hai Mentari.
Bingung, entah apa yang ada dipikiranku saat ini. Seakan dihadapkan dengan berbagai macam pilihan yang pada nyatanya hanya ada satu pilihan itu sendiri, fatamorgana sering berbayang-bayang melintas.
Mentari, jujur aku senang kehadiranmu menghangatkan setiap hariku, menghangatkan hati.
Mentari, jujur aku malu dengan keadaan dunia yang katanya roda terus berputar, serasa dipermukaan bawah.
Mentari, jujur aku kehilangan bayang saat dirimu dirundung gelisah dengan menutupi dirimu diantara awan.
Mentari, jujur aku khilaf dengan berpaling sesaat pada sinar bulan dimasa lalu, sangat menyesal.
Mentari, jujur aku ingin memperlambat waktu untuk terus berbicara denganmu disela-sela angin.
Mentari, jujur aku terus memperhatikanmu dari sekat-sekat, melihat perputaranmu.
Mentari, jujur aku sangat terkucilkan dengan keadaanku sekarang, karena sinarmu terlalu menyilaukan.
Mentari, jujur aku cemburu terkadang ketika melihatmu sibuk berbincang dengan lautan awan.
Mentari, jujur aku sedih karena sinarmu terbentang luas, sehingga aku disini hanya terlihat seperti debu berterbangan, tak kasat mata.
Mentari, jujur aku tak mau kehilangan sinarmu, apakah aku terlihat egois jika menginginkan sinarmu seorang diri?.