Fiction Story

Blog ini hanya berisikan tulisan saya, cerpen, dan puisi. Kalo mau yang lain, berkunjung sama yang lebih ahli deh :)

Asa yang Terbawa Angin



Apakah kau pernah menyukaiku? Hal itulah yang kadang aku lamunkan seketika melihat foto gadis impian di tengah hiasan rembulan malam. Sosoknya yang selalu terbayang-bayang seakan membingkai  hati ini. Putri, nama nya seolah mengartikan juga paras wajahnya yang cantik. Make up nya yang sederhana membuat mata ini terbelalak dalam kehampaan sebuah cinta. Namaku Adi, Aku yang hanya berstatus mahasiswa dengan uang pas-pasan seperti tak mampu menjangkau dirinya yang sehari – hari di antar dengan mobil mewah. 

Hari baru pun dimulai, aku telah bersiap-siap untuk berangkat kuliah dengan tampilan seadanya dan semerbak bau minyak wangi melekat di pakaianku. Ketika hampir tiba di kampus, tiba-tiba lewat sebuah mobil mewah yang sepertinya tidak asing lagi bagiku. Oh, ternyata itu mobil antar jemput Putri. Pintu mobil perlahan terbuka dan Putri pun turun.

Dengan agak gugup, ku dekati dia dengan membuang semua rasa malu. Sapaan hangatku membuka awal percakapan di pagi itu.

“Pu-putri, sama-sama aja yuk masuk ke kelas?”,  ajakku dengan agak terbatah-batah
Dia melontarkan senyum indah, seolah-olah ingin membalas pertanyaan itu. Tapi dia terus berjalan kedalam kelas dengan menghiraukanku. 

“Ah, sial” gerutuku kecil. Tapi dengan semangat untuk mendapatkan tempat di hatinya, aku melanjutkan berjalan dengan gagahnya.

Dia yang satu kelas denganku dan yang lebih beruntungnya lagi kursi nya tepat berada di sebelahku. Sesekali aku menyempatkan diri melirik ke arahnya ditengah-tengah pelajaran berlangsung. Seketika aku kaget karena dia menolehkan wajahnya kearahku. Jantung ini berdegup lebih kencang dari biasanya karena malu yang luar biasa.

Waktu terasa bergerak cepat, akhir perkuliahan pun di umumkan.
Tapi putri masih duduk di kursinya, aku terkejut ketika ada air yang mengalir di ujung matanya. Aku penasaran apa yang membuat dia menangis. Tak lama kemudian aku bertanya.

“Loh, kok nangis put? Ada masalah apa?” tanyaku dengan nada sendu.

“Ga apa apa kok, Cuma keinget sama mantanku aja” Jawabnya dengan singkat.

Saat itu juga, pecahan harapan yang kukumpulkan selama ini seakan terlepas dari genggaman. Emosi pun meluap-luap, tak ada lagi yang bisa ku katakan. Aku segera meninggalkan dia di ruangan sendirian tanpa memikirkan apa-apa lagi mengenai dirinya.  

Malam pun tiba, aku kembali terbayang akan situasi pada siang hari tadi. Jujur aku menyesal karena tidak ada sikap dariku untuk menghibur dirinya. Aku hanyalah seorang pengecut dengan impian yang besar. Kulihat jam dinding sudah menunjukkan jam 12.00 malam, hal itu terus menggerayangi pikiran sampai-sampai aku tidak bisa tidur.

Keesokan harinya, 

Tak kulihat mobil yang biasa mengantar putri, begitupun ketika jam perkuliahan. Terdengar kabar bahwa dia sedang tidak enak badan.
Ketika pulang, kusempatkan diri untuk mengunjungi rumahnya. Sampai di depan pintu, aku membunyikan bel dan mengucapkan salam.

“Selamat siang” Berkali-kali aku teriak, dan tak lama kemudian terdengar seseorang membukakan pintu.

“Iya, selamat siang. Mau cari siapa ya?” Ujar seorang ibu yang sudah agak tua bertanya kepadaku. 

“Ehm, mau cari putri bu. Saya teman satu kelasnya, karena tadi saya dengar dia lagi sakit makanya saya datang untuk menjenguk putri” Jelasku agak panjang.

“Oh, sebentar ya saya panggilkan dulu putrinya” Jawab ibu itu dengan nada yang sopan
Tak lama kemudian keluarlah putri mengenakan pakaian rumahnya yang khas, dia terlihat lebih cantik dengan dandanan seperti itu.

“Kamu sakit apa put?” tanyaku langsung padanya.

“Ga kok, aku baik-baik saja. Cuma agak pusing sedikit” paparnya.

“Di, aku sekitar 1 minggu lagi mau pindah ke luar negeri” Sambungnya dari penjelasan tadi.
Aku terkejut kenapa dia memberitahukan hal itu kepadaku.

“Loh, kok tiba-tiba gitu sih? Memangnya mau ngapain keluar negeri?” Tanyaku beruntun.

“Papa ingin memindahkanku kuliah keluar negeri, jadi aku ga bisa apa-apa lagi” Jawabnya pasrah.

Aku pun terdiam sesaat, karena dipikiran ku, aku belum melakukan sesuatu yang berarti kepada dirinya. Yang kulakukan selama ini hanyalah bersembunyi di balik kegelisahan. Beberapa jam kami habiskan untuk saling berbagi cerita, dan salah satunya mengenai alasan kenapa papanya memutuskan hal tersebut secara sepihak. Disatu sisi aku sedih tapi untuk beberapa hari kedepan sebelum keberangkatannya, aku akan berusaha membuat suatu kenangan yang mungkin akan sulit untuk dilupakan. 

Selang beberapa hari semenjak aku mengunjungi keadaan putri, dia telah terlihat baikan. Bahkan dia bisa tersenyum lepas lagi seperti biasanya.

Saat perkuliahan usai tepat di hari itu, aku langsung mengajak putri untuk berjalan-jalan di atas bukit. Kami memandangi indahnya kota dari atas, terlihat raut wajahnya begitu senang. Karena belum ada laki-laki yang mengajaknya ketempat seperti itu.
Tak lama setelah itu, ku beranikan diri untuk mengungkapkan perasaanku kepadanya. Ku dekati dia dan ku pegang tangannya.

“Putri, sebenarnya aku selama ini memendam rasa kepadamu. Aku begitu mencintaimu, tapi selama ini aku sadar bahwa aku bukanlah laki-laki dengan kehidupan yang bergelimang harta.” Ungkapku dengan menggebu-gebu, karena hanya ini hal terakhir yang bisa kulakukan untuknya.

Dia sontak menangis terseduh-seduh, aku bingung. Apa aku salah dalam berucap? Tanyaku dalam hati.
Perlahan bibirnya mulai bergerak untuk mengucapkan sesuatu.

“Adi, Kenapa baru kamu ungkapkan sekarang? Aku selama ini juga mempunyai rasa yang sama seperti dirimu. Aku tak peduli dengan hartamu, asalkan kamu bisa membuatku tersenyum itu sudah membuatku bahagia” Jelasnya kepadaku. Aku terkejut setangah mati mendengar kalimat itu.

“Ya tuhan, kenapa ini terjadi kepadaku. Kenapa keadaan ini tidak kusadari dari dulu!”  Kicauku kesal dalam iringan tangis.

Setelah menenangkan keadaan, kami pun pulang kerumah masing-masing.

Dan keesokan harinya adalah hari dimana putri akan berangkat keluar negeri. Pagi-pagi sekali aku bersiap dan bergegas kerumah Putri untuk menyaksikan keberangkatannya. Tanpa menghiraukan lagi rambu lalu-lintas, aku langsung tancap gas penuh dengan motor bututku. Tak lama kemudian tibalah didepan rumah Putri, tapi tak terlihat satu orang maupun kendaraan yang biasanya terpampang dihalaman rumahnya.

Beberapa detik kemudian terlihat seorang bibi yang sedang membersihkan taman kecil yang ada di lingkungan rumah Putri. Kupanggil bibi itu dan langsung bertanya.

“Bi, numpang nanya nih. Putrinya kemana ya?” Tegasku langsung.

“Oh Putri, baru saja pergi ke bandara dengan keluarganya.” Jawab bibi itu.

Tak berpikir panjang, langsung kupacu sepeda motorku kearah bandara. Setiba di bandara, aku langsung mencari-cari rombongan keluarga Putri. Akan tetapi sudah terlalu banyak orang lalu lalang sehingga sulit bagiku untuk menemukan keberadaannya. Aku sempat lemas tak berdaya, sampai seketika terlihat raut wajah murung Putri lewat didampingi kedua orang tuanya menuju tempat pengantaran terakhir penumpang. Aku langsung menerobos petugas-petugas pemeriksaan yang ada disana.

“Putriiiiii!!” Teriakku panjang memanggil namanya dari jauh. 
Dia sempat menoleh dan air mata pun tak bisa lagi tertahan di matanya. 

“Aku akan selalu disini untuk menunggu kepulanganmu” Lanjut perkataanku.
 Memang dia sempat terhenti sejenak, tapi tak lama kemudian melanjutkan berjalan memasuki pesawat. Aku seperti mengerti perasaannya saat ini. Sakit hati didalam kehidupan yang penuh dengan paksaan. Akhirnya pesawat yang ditumpangi Putri lepas landas menuju negara yang dituju.

Aku pun kembali ke kehidupan awal, kuliah tanpa seseorang yang bisa memotivasiku untuk lebih semangat. Hari demi hari pun kulalui seperti tak ada tujuan.

===== 4 Tahun Berlalu =====
Saat memasuki dunia kerja dan aku mulai melupakan bayang-bayang Putri, hidupku mulai teratur kembali seperti sediakala.

Beberapa saat berlalu, sempat terdengar tentang kepulangan Putri dari luar negeri. Aku antara terlihat senang namun sakit yang lama ini sudah mulai terkubur, perlahan mulai menampakkan lagi jatinya. Karena yang kutahu ada 2 kabar, yaitu kabar baik dan kabar buruk. Kabar baiknya dia akan menetap selama beberapa hari kedepan dirumah lamanya, jadi aku bisa mengunjunginya untuk melepaskan rindu. Dan kabar buruknya Putri telah menikah dengan orang yang pasti lebih baik dariku.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.